Sebagaimana diinformasikan oleh Rasulullah,” bulan ramadhan awalnya adalah curahan rahmat, pertengahannya penuh ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka” (HR. al-Baihaqi). Memahami hadis ini, banyak orang yang menangkap maksud dari awal, tengah dan akhir itu dengan membagi bulan ramadhan dalam tiga etape persepuluh hari. Artinya, ampunan Allah akan dicurahkan setelah menyelesaikan etape sepuluh hari kedua. Namun sebenarnya; rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Seorang mukmin akan terbebas dari api neraka, jika ia telah mendapat ampunan dari Allah swt. Ampunan juga akan didapatkan jika ia mendapat rahmatNya atau ampunan adalah bagian dari rahmatNya juga.Ketika menyebut tiga etape itu;boleh jadi Rasulullah ingin memberikan motivasi kepada orang yang berpuasa agar menjaga stabilitas semangat beribadahday to day dengan grafik yang semakin menanjak hingga sampai puncak akhir ramadhan; tidak seperti realitas yang sering terlihat dimana pengenduran semangat beribadah justru terjadi menjelang berakhirnya ramadhan. Padahal Nabi juga mengingatkan bahwa pada sepuluh hari ketiga ada satu malam yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang disebut dengan “lailatul qadar”. “Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari akhir-akhir bulan Ramadhan”, demikian sabda Nabi. (HR.Bukhari).
Sudah semestinya, pada jelang akhir ramadhan orang semakin melecut semangat menggapai karunia ampunan dosa sebagaimana dijanjikan oleh Sang Nabi “barangsiapa melakukan qiyam saat lailatul qadardidasari iman dan ihtisab(untuk mendapat ridlo Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.( HR. Muslim). Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa; tidak ada karunia Allah yang lebih besar melebihi ampunan dosa.Siapapun yang mendapat ampunan dosa, maka itu adalah awal dari keselamatan dari api neraka.
Ampunan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-maghfirah dan al-‘afwu. Istilah pertama terdapat dalam kalimat permohonan ampunan “astaghfirullah al-‘adîm” atau dikenal dengan istighfâr. Istilah kedua terdapat dalam doa yang selalu dibaca disela-sela shalat tarawih “allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbu al-‘afwa fa’fu ‘annâ” (Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun yang senang mengampuni, maka ampunilah kami). Ibnu Faris, penulis mu’jam maqâyis al-lughah mengatakan bahwa dalam bahasa Arab sebenarnya tidak ada sinonim, karena setiap kata dalam bahasa Arab memiliki nuansa makna yang berbeda. Lalu apa perbedaan antara ampunan dalam istilah maghfirah dan al-‘afwu?. Untuk mengetahui hakekat keduanya, perlu dilihat makna aslinya kata tersebut.
Maghfirah merupakan bentuk mashdar (noun) dari kata ghafara-yaghfiruyang memiliki makna aslinya menutup. Salah satu sifat Allah,ghafūr bermakna asal Yang Maha Menutupi. Allah menutupi organ-organ dalam tubuh dengan daging dan kulit sehingga tampilan luar manusia menjadi indah. Dia juga menutupi dosa manusia dengan tidak menampakkan atsar (bekasnya). Demikian penjelasan al-Ghazali dalam al-maqshad al-asna fi syarh al-asma’ al-husna.Bahkan seorang shufi pernah berkata “alhamdulillah, Allah tidak menjadikan dosa manusia berbau”. Bayangkan jika Allah membuat dosa itu berbau tidak sedap. Dengan demikian ketika seseorang berdoa astaghfirullah maka berarti “aku mohon agar Engkau menutupi (dosa-dosaku)”. Ketika dosa ditutupi oleh Allah maknanya, dosa itu tidak akan diperhitungkan lagi pada yaum al-hisab.
Sedang kata al-‘afwu merupakan bentuk mashdar dari kata ‘afâ – ya’fū yang makna aslinya menghapus. Sifat Allah al-‘afuwwu berarti Yang Maha Menghapus. Allah sangat suka menghapus catatan kejelekan hambaNya yang bertaubat. Dengan demikian, ketika seseorang berdoa fa’fu ‘anna maka berarti minta ampunan dengan dihapuskan olehNya catatan-catatan jelek dalam buku catatan amal sehingga yang tertera hanya catatan amal baiknya. Itulah hakekat ampunan Allah baik berupa al-maghfirah dan al-‘afwu yang sempurna dan sangat didambakan oleh setiap orang khususnya di bulan ramadhan ini.
Mengakhiri tulisan ini, alangkah indahnya jika kita bisa meniru “akhlaq Allah” dalam memberikan ampunan. Momen ‘iedul fithri nanti, kita berikan ampunan (maaf) kepada sesiapapun dengan “menutupi” kesalahan orang lain dan “menghapus” catatan kejelekan orang dari benak kita. Dengan demikian kita akan mendapatkan ampunan Allah swt. Amin.
Wallahu a’lam,