Nama | : Dr. H. Muhammad Saifullah, M.Ag. |
Bio | : Dekan FEBI UIN Walisongo & Pegiat WMC |
Seorang ibu berkelakar di kelompok arisan ibu-ibu sosmed, : “tante-tante, ntar kalau bangun rumah baru tidak perlu ada dapur, toh semuanya praktis cukup GoFood”. Tampaknya apa yang disampaikan oleh seorang ibu tadi mewakili sejumlah kelompok kaum hawa yang sudah mulai meninggalkan dunia dapurnya. Mahasiswi yang tinggal di rumah kost atau kontrakan cukup duduk di teras rumah sambil menunggu sang gojek datang. Anak-anak remaja perempuan mulai terampil tekan keypad handphone-nya untuk mililih menu makanan yang diinginkannya. Akhirnya, ibupun ikut bergabung dengan anaknya, dan selanjutnya satu rumah menikmati makanan pesanan via GoFood.
Fenomena diatas menggambarkan betapa kaum hawa sebagian telah meninggalkan kodratnya tentang fungi dan tugas seorang ibu. Namun hal ini berbeda di masa Romadlan 1441 H, ketika pandemi covid-19 menyebar dan meruntuhkan sensi-sendi kehidupan, kaum hawa memiliki tanggungjawab yang besar (multy job), meliputi urusan dapur, pendidikan, dan kesehatan. Pandemi telah memperkokoh posisi kaum hawa dalam keluarga inti (nuclear family), yaitu ayah, ibu dan anak. Salah satu hikmah pandemi adalah menguatkan kembali pilar‐pilar keluarga yang selama ini banyak terabaikan, terutama oleh masyarakat modern .
Dalam potongan Surat At Tahrim ayat 6, menyatakan “……peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …….”. Menurut At Tabari, upaya menyelamatkan diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan saling mengngatkan untuk senantiasa taat kepada Allah serta mengajari semua anggota keluarga tenntang hal-hal yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam api neraka. Perhatian secara total terhadap keluarga menjadi keharusan. Disebutkan dalam tafssir al Kasysyaf bahwa orang yang paling berat siksanya di hari kiamat adalah yang tidak mau tahu (menelantarkan) keluarganya (inna asyaddan nasi ‘adzaban yaumal qiyamati man jahhala ahlahu).
Pada masa pandemi, perhatian kaum hawa terhadap keluarganya sangat besar, dimana orang harus melakukan Work from Home dan pembatasan keluar rumah. Orang merasa terpenjara dalam rumahnya sendiri, dan pada saat itulah kaum hawa diuji dengan multi jobnya. Pertama, peran dalam bidang pendidikan. Pada masa pandemi, seorang istri disibukkan mengawal pendidikan anak-anaknya melalui daring. Ibu yang semula gagap teknologi dengan IT, dituntut harus berselancar di dunia maya untuk membantu tugas-tugas dari guru-guru anaknya. Bahkan begitu banyak tugas guru yang over semakin memperberat tugas seorang ibu dalam mendampingi putera putrinya.
Kedua, peran dalam penyedian konsumsi. Stay at home memberi pengalaman baru bagi kaum hawa yang dituntut denyut nadinya dalam penyediaan logistik kehidupan. Begitu bangun tidur usai sahur dan sholat shubuh, secara mekanik suami bertanya kepada istrinya : “ hari ini menu berbuka kita apa”? Pertanyaan ini menohok istri karena harus mampu meracik menu hari demi hari agar menu berbuka menjadi menggairahkan. Namun dengan senang hati dan penuh kesabaran, seorang istri menjawab, menu sore nanti adalah resep baru yang saya peroleh dari grup WA sebelah.
Ketiga. Sebagai manajer dalam rumah tangga. Rumah adalah tempat tinggal bagi keluarga untuk istirahat, berkumpul, dan melakukan berbagai aktifitas personal dan sosial antar anggota keluarga setiap hari. Rumah harus menjadi tempat tinggal yang menyenangkan, Rumahku adalah sorgaku (baitii jannatii). Untuk menjadikan rumah seperti istana surga, maka tangan terampil kaum hawa menjadi peran yang menentukan. Oleh karenanya peran ibu dalam mengatur rumah tangga meliputi segala upaya yang memberi akses kenyamanan, keamanan, privasi, dan kebebasan bagi semua anggota keluarga dalam memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rumah tangga.
Multi job kaum hawa di masa pandemi ini, semakin memperkuat wajibnya seorang anak berbakti kepada seorang ibu, sebagaimana yang telah ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits nya yang berasal dari pertanyaan seorang sahabat. “Ya Rasul, siapakah orang yang harus aku hormati di dunia ini.” Rasul menjawab, “Ibumu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasul menjawab, “Ibumu.” “Kemudian lagi, ya Rasul,” tanya orang itu. “Rasul menjawab, “Ibumu.” Lalu, laki-laki itu bertanya lagi; “Kemudian, setelah itu siapa, ya Rosul, “Bapakmu”, Jawab Rasulullah.
Kerinduan terhadap ibu yang telah melahirkan kita, semakin membara seiring adanya larangan mudik dan social distancing. Menahan untuk tidak ketemu darat dengan seorang ibu, melahirkan pertanyaan, siapa orang pertama yang anda ingin temui setelah Pandemi berakhir? Pertanyaan ini mungkin membuat kita termenung, bukan semata karena kita susah menentukan jawabannya, tapi pandemi ini merubah banyak hal dalam hidup kita, betapa besar peran kaum hawa dalam masa pandemi. Semoga kita bisa menjadi orang yang mampu mengamalkan hadis Rasullah diatas.
* Artikel ini juga dipublikasikan di Radar Semarang, Jawa Pos