Ramadhan tahun ini terasa sangat berbeda. Kaum Muslimin harus melewatinya ditengah terpaan pandemi Covid-19. Dampak pandemi ini luar biasa, tidak hanya secara medis, tetapi juga secara sosial dan ekonomi. Secara medis, jumlah orang yang terpapar virus ini di Indonesia sudah mencapai belasan ribu. Jumlah ini terus mengalami peningkatan. Secara ekonomi, banyak perusahaan yang harus berhenti untuk sementara atau malah gulung tikar, yang diikuti dengan merumahkan atau mem-PHK para karyawannya. Angka kemiskinan dan pengangguran membengkak secara signifikan. Secara sosial, demi memutus rantai penyebaran Covid-19 ini, pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan, antara lain kebijakan jaga jarak secara fisik atau social distancing.
Di tengah situasi dan kondisi seperti itu, sangat patut kiranya merenungkan kembali makna dan tujuan puasa Ramadhan demi untuk mencapai ketaqwaan sejati, sebagaimana disinggung dalam Q.S. Al-Baqarah/ 2: 183. Sebagai salah satu bagian syari’ah, pastilah ibadah puasa yang dititahkan oleh Allah SWT ini sarat akan makna kebaikan dan kemaslahatan yang menjangkau setiap waktu, keadaan dan tempat (shalihun nlikulli zaman wal makan).
Salah satu makna penting puasa Ramadhan yang bisa dipetik adalah bahwa puasa dapat memupuk rasa empati dan peduli pada penderitaan orang lain. Melalui puasa orang dilatih untuk menahan makan, minum dan nafsu syahwatnya dari fajar sampai waktu maghrib tiba. Dengan begitu, orang yang berpuasa dapat merasakan beratnya lapar dan dahaga sehingga mudah berempati dan akhirnya timbul kepedulian untuk menolong orang lain yang mengalami kekurangan dan kesulitan ekonomi. Melaui puasa pula, orang dilatih untuk mengendalikan marah, menggunjing, bertengkar, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya. Dengan demikian, puasa akan dapat membentuk manusia pencipta perdamain dan keselamatan serta mampu menebarkan rahmat bagi sesama manusia dan alam semesta. Hal ini selaras dengan keterangan Al-Qur’an dalam Surat Ali Imran: 134-135 mengenai beberapa ciri orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain, dan apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera ingat kepada Allah, lalu memohon ampun kepada-Nya.
Manusia-manusia dengan sifat-sifat, karakter serta tindakan seperti itulah yang sangat relevan dengan keadaan dan sangat dibutuhkan masyarakat dan negara kita saat ini di tengah pandemi Covid-19. Kurangnya rasa empati dan kepedulian terhadap penderitaan orang lain terkait urusan kesehatan dan ekonomi, menjadikan berbagai usaha penanggulangan Covid-19 dan dampak-dampaknya saat ini menjadi belum maksimal. Pengorbanan para tenaga medis yang bahkan harus bertaruh nyawa sebagai garda depan dalam penangan Covid-19 masih belum diimbangi oleh sebagian anggota masyarakat kita dengan disiplin dalam melalukan sosial istancing dan kepatuhan-kepatuhan lainnya. Tentu, ini fenomena yang sangat mengoyak rasa kemanusiaan. Adanya fakta bahwa masing-masing orang dapat berpotensi sebagai pembawa virus (carrier) juga masih disikapi oleh sebagaian masyarakat dengan biasa saja tanpa harus perlu mengindahkan himbauan-himbauan dan mematuhi aturan-aturan dalam kerangka kebijakan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Maka tidak aneh kalau disana sini masih banyak ditemukan berbagai pelanggaran di masyarakat terkait penegakkan aturan dalam rangka implementasi kebijakan tersebut.
Dengan mengacu pada makna serta tujuan puasa diatas, terdapat berbagai tindakan dan perbuatan yang bermakna ibadah yang bisa dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa di tengah pandemi Covid-19. Berinfak dan bershadaqah mulai dari makanan, pakaian, alat pendukung kesehatan, hingga donasi untuk penaggulangan pandemi Covid-19, tetap tinggal di rumah, melakukan jaga jarak fisik, mengindari kerumunan, banyak tinggal di rumah, beribadah shalat tarawih di rumah, bertadarus Al-Qur’an di rumah, tidak melakukan mudik ke kampung halaman utk tahun ini, adalah sebagain dari contoh perbuatan ibadah itu.
Dengan melakukan puasa Ramadhan sembari mengisinya dengan perbuatan-perbuatan tersebut. Insyaallah Ramadhan tahun ini akan menjadi Ramadhan yang sepertiga awalnya sebagai rahmat, sepertiga kedua sebagai ampunan (maghfirah), dan bagian sepertiga akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka (‘ itqun min an- nar). Rahmat dan ampunan terwujud karena rasa empati dan kepedulian yang tinggi terhadap penderitaan orang lain (siapapun tanpa memandang agama, ras, suku, dean latar belakangnya) di tengah situasi pandemi. Terbebas dari neraka Insyaallah juga terwujud karena orang yang berpuasa juga ikut andil dalam mencegah saudaranya sesama manusia dari terjatuh dalam neraka penderitaan karena wabah Covid- 19. Semoga kelak di akhirat Allah juga akan membebaskannya dari neraka yang sesungguhnya.